Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IMAN DAN AMAL

Setiap bulan Rajab, umat Islam memperingati Isra Miraj Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam, saat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam melakukan perjalanan mulia dalam semalam dari Masjidil Haram Makkah menuju Masjidil Aqsa, Palestina. Kemudian dilanjutkan dari Masjidil Aqso menuju Sidratul Muntaha yang berada di lapis langit ketujuh untuk menghadap Allah Ta’ala.

Isra’ Mi’raj, sebuah peristiwa yang agung, pada 27 Rajab. Banyak hikmah yang bisa diambil dari peristiwa yang hanya dapat dipercayai oleh orang yang beriman tersebut. Berkaitan dengan Isra’ Mi’raj ini,  Allah ta’ala berfirman:

Artinya: “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS Al-Isra’ 1).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa hikmah adanya Isra’ Mi’raj adalah Allah hendak memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Syekh at-Thanthawi dalam kitab tafsirnya, Tafsir al-Wasith lil Qur’anil Karim, untuk menunjukkan betapa mulianya Nabi Muhammad di sisi Tuhannya, sekaligus untuk menambah keyakinannya dalam menyampaikan risalah dan amanahnya

Dari perjalanan tersebut, tentunya banyak pelajaran yang dapat dipetik dan diambil hikmahnya oleh umat Islam untuk dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya terkait dengan misteri waktu. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan pejalanan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha serta dari Masjidil Aqsha kembali ke Masjidil Haram yang dilakukan dalam waktu satu malam, menjadikan orang-orang yang ada di sekeliling Nabi Muhammad terbagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama adalah kelompok Abu Jahal yang secara terang-terangan tidak percaya dan menolak dengan perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad. Penolakan Abu Jahal dan kelompoknya, karena mereka mengedepankan logika semata. Sehingga menurut mereka perjalanan satu malam dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha dan dari Masjidil Aqsho ke Sidratul Muntaha, yang selanjutnya kembali ke Masjidil haram, adalah mustahil adanya.

Kelompok kedua yakni kelompok Abu Thalib yang setengah percaya dan setengah tidak percaya (ragu-ragu), dengan Isra’ Mi’raj tersebut. Dan kelompok ketiga adalah kelompok Abu Bakar yang meyakini 100% atas perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad. Keyakinan Abu Bakar karena keyakinan bahwa Nabi Muhammad tidak mungkin berbohong.

Kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam ini merupakan ujian keimanan. Adapun implementasi pada kehidupan saat ini adalah bagaimana kita mendahulukan keimanan dalam melakukan ibadah. Saat ini telah berkembang orang-orang yang menjadi sombong dengan kemampuan ilmunya yang tinggi. Mereka mengedepankan logika-logika dalam beribadah. Keimanan mereka akan tumbuh setelah segala sesuatunya dapat diterima dengan logika. Padahal sangat banyak hal ghoib yang tidak mungkin dapat terjangkau oleh pikiran dan logika manusia.

Misalnya larangan orang Islam makan daging babi, jika larangan tersebut dijalankan dengan dasar logika saja, misalnya adanya cacing pita, karena makanan babi yang kotor, sulit untuk disembelih, dan sebagainya, maka logikanya dapat dimentahkan. Maka dengan berdasarkan keimanan, maka larangan itu dijauhi dengan sepenuh hati sebagai perintah Allah.

Contoh lain berkaitan syariat shalat. Perintah yang diturunkan Allah ta’ala pada Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam saat isra’ mi’raj ini memiliki banyak kebaikan. Sebuah penelitian dalam International Journal of Health Sciences & Research (2018) telah merangkum sejumlah manfaat shalat bagi kesehatan.

Dalam shalat ada gerakan takbiratul ihram, yakni ketika seorang yang hendak shalat berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya ke depan perut atau dada bagian bawah.  Salah satu manfaat gerakan salat ini bagi kesehatan ialah memperlancar aliran darah dan aliran getah bening dalam tubuh Anda.  Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu juga ikut meregang sehingga membuat aliran darah kaya nutrisi dan oksigen menjadi lebih lancar.

Gerakan rukuk yang anda lakukan dengan cara membungkuk dengan posisi punggung dan kepala lurus ke depan, sambil kedua tangan bertumpu pada lutut. Posisi ini akan meregangkan otot paraspinal yang berada pada punggung Anda. Gerakan shalat inilah yang memberikan manfaat dalam mengurangi risiko cedera atau sakit punggung. Para ahli juga menjelaskan bahwa postur ini berguna untuk membantu menurunkan risiko osteoporosis dan penyakit lain terkait tulang belakang.

Gerakan bangun dari rukuk (iktidal) dan duduk di antara dua sujud melibatkan perut dan organ pencernaan lainnya dalam tubuh. Ketika melakukan gerakan ini, organ pada sistem pencernaan Anda akan mengalami kontraksi dan relaksasi sehingga kerjanya menjadi lebih lancar. Postur ini juga mampu menyingkirkan sejumlah gangguan pencernaan, seperti sakit perut dan sembelit, serta meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh.

Sujud merupakan gerakan berlutut dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi Anda menempel di lantai secara bersamaan. Posisi kepala yang lebih rendah dari jantung membuat gerakan shalat ini bermanfaat untuk meningkatkan aliran darah menuju otak. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi risiko sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan perdarahan otak.

Gerakan salam bagi kesehatan juga membantu meningkatkan jangkauan gerak leher sambil meregangkan otot trapezius.  Saat melakukan salam pada akhir rakaat shalat, otot pada bagian sekitar leher dan kepala akan lebih rileks sehingga menyempurnakan aliran darah ke kepala.  Alhasil, gerakan salat ini bisa menghilangkan sakit kepala pada orang yang mengalaminya.

Namun seorang muslim hendaknya menjalankan shalat bukan karena logika kesehatan ataupun nalar duniawi lainnya. Mukmin sejati melaksanakan perintah shalat wajib ataupun shalat sunnah semata karena perintah Allah ta’ala, sebagaimana tersebut pada banyak ayat Al Qur’an. Salah satunya pada QS. Al Baqarah : 43 yang artinya,”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”

 

Khatimah

Para ulama menjelaskan kaidah syara’ yang berbunyi haitsuma yakunu syar’u takunul-mashlahah  yang artinya dimana ada hukum syara’ disitulah ada kebaikan. Setiap perintah Allah ta’ala niscaya mendatangkan kebaikan, sebaliknya setiap larangan-Nya pasti karena ada kemudharatan di baliknya.

Namun hendaknya seorang muslim tidak beramal karena maslahat / kebaikan / keuntungan duniawi dalam syariat tersebut. Seorang mukmin selayaknya beramal karena keimanannya pada Allah ta’ala dan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Ia melakukan sesuatu karena sadar karena hal tersebut bernilai sebuah kewajiban, atau sunnah setidaknya mubah di sisi syariat. Sebaliknya ia meninggalkan sebuah perbautan karena mengetahui hal itu di makruhkan atau bahkan diharamkan dalam agama ini.

Seorang muslim senantiasa berbuat karena dilandasi keimananya, adapun hikmah dibalik perbuatan tersebut merupakan barokah atas ketaaatanya pada Tuhannya.

Wallahu a’lam bi ashowab

Posting Komentar untuk "IMAN DAN AMAL"