ISTIQOMAH PASCA RAMADHAN
Allahu
akbar 3x
Laa
illa ha ilallah Allahu Akbar
Allahu
Akbar wa Lillahi Hamdu
Takbir
telah berkumumandang di seantero bumi tanda idul fitri telah datang dan
ramadhan telah berlalu. Hari raya Idul Fitri adalah puncak dari pelaksanaan
ibadah puasa.
Idul
Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan dari kewajiban berpuasa
yaitu manusia yang bertaqwa. Kata Id berdasar dari akar kata aada – yauudu yang artinya kembali sedangkan fitri bisa berarti buka
puasa untuk makan dan bisa berarti suci.
Adapun
fitri yang berarti buka puasa berdasarkan akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo
– yufthiru) dan berdasar hadis Rasulullah SAW yang artinya,”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi
Muhammad SAW. Pergi (untuk shalat) pada hari raya Idul Fitritanpa makan
beberapa kurma sebelumnya." Dalam Riwayat lain: "Nabi SAW. Makan
kurma dalam jumlah ganjil." (HR Bukhari).
Sedangkan
kata Fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan,
keburukan berdasarkan dari akar kata fathoro-yafthiru
dan hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa
yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena
mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(Muttafaq ‘alayh). Barangsiapa yang
shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena
mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
(Muttafaq ‘alayh).
Dari
penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa Idul Fitri bisa berarti kembalinya
kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga
berada dalam kesucian (fitrah). Jadi yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam
konteks ini berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti
petunjuk Islam yang benar.
Bagi
ummat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa di Bulan Ramadhan akan
diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali seperti bayi yang baru
dilahirkan dari kandungan Ibunya. Sebagaimana Sabda Nabi SAW yang
Artinya“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”
Bagaimana selanjutnya ?
Para ulama menyampaikan tentang ciri diterimanya amal ibadah,
setidaknya ada lima hal, yakni
Pertama, Terkabulkannya doa dan hajat. Kita ingat kisah tentang tiga
orang yang terjebak di dalam gua. Untuk bisa keluar dari gua tersebut ketiganya
berdoa kepada Allah swt dengan wasilah amal ibadahnya yang telah lalu. Doa
mereka terkabul karena amal mereka telah diterima oleh Allah swt.
Kedua, dicintai penduduk langit dan bumi. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a., beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril
dan berfirman, 'Sesunguhnya aku mencintai fulan, maka cintailah dia.'”,
Rasulullah selanjutnya bersabda, maka Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril
menyeru penduduk langit, “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah
dia”, maka para penghuni langit pun mencintainya, selanjutnya Rasulullah saw bersabda, “dan kemudian dibumi diapun menjadi
orang yang diterima”. Dan ketika Allah membenci seorang hamba, maka Dia
memanggil Jibril dan kemudian berfirman, “Sesungguhnya aku membenci si fulan,
maka bencilah dia”, maka Jibril pun membenci si Fulan, kemudia Jibril menyeru
penduduk langit, “sesungguhnya Allah membenci si fulan, maka bencilah dia”,
Rasulullah saw melanjutkan, “maka penduduk langitpun membenci fulan, kemudian
diapun dibenci di bumi”.(HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)
Ketiga, Mendapatkan Taufik untuk beramal berikutnya.
Berpisah dengan Ramadhan, bukan berarti berpisah dengan
ketaatan. Jika memang yang kita lakukan di bulan ramadhan adalah ketaatan dan
amal shalih, tentu kita akan melihat buah dan pengaruhnya dibulan-bulan
setelahnya. Karena buah dari amal kebaikan adalah amal kebaikan setelahnya. Inna
min jaza’il hasanah, al-hasanatu ba’daha.
Sebaliknya, jika ternyata yang kita lakukan setelah Ramadhan
adalah kemaksiatan dan jauh dari ketaatan, itu pertanda ditolaknya amal-amal
kita. Dan bahwa yang kita lakukan di bulan Ramadhan kemarin belum memenuhi
kriteria sebagai amal shalih. Inna min uqubatis sayyi’ah, as-sayyiatu
ba’daha, karena balasan dari perbuatan yang buruk adalah munculnya
perbuatan buruk setelahnya.
Keempat, Istiqomah beramal. Allah swt berfirman yang artinya,”Maka karena itu serulah (mereka kepada
agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah
mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua
Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara
kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi
kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)".(QS Asy
Syura : 15)
Rasul saw juga bersabda dari Sufyan bin Abdullâh ats-Tsaqafi,
ia berkata: Aku berkata, “Wahai
Rasûlullâh, katakan kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan
bertanya kepada seorangpun setelah Anda!” Beliau menjawab: “Katakanlah, ‘aku
beriman’, lalu istiqomahlah”. [HR Muslim; Ahmad; Tirmidzi; Ibnu Majah].
Selepas ramadhan ini marilah kita istiqomah melakukan amal
ibadah tersebut di luar ramadhan. Jika selama ramadhan telah terbiasa
melaksanakan shalat tarawih, kita coba beristiqomah qiyamul lail walau hanya dua rakaat. Jika telah terbiasa tadarus
qur’an di masjid, maka selayaknya dipertahankan kebiasaan membaca alqur’an
walau satu hanya satu ruku (ain) per
hari. Jika sudah sering bershadaqah di bulan ramadhan, maka lestarikan
kebiasaan tersebut di luar ramadhan. Jika sudah tuntas puasa ramadhan,
hendaknya dipertahankan dengan melaksanakan puasa sunah di luar bulan ramadhan sesuai
kemampuan dan lain sebagainya.
Kelima, Rela atas Hukum Allah swt serta ketetapannya. Allah swt
berfirman yang artinya,”Balasan mereka di
sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang
takut kepada Tuhannya.” (QS. Al Bayyinah : 8)
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan tentang ayat ini
bahwa Pahala mereka di sisi Tuhan pada hari kiamat atas keimanan dan amal
shalih mereka adalah surga-surga yang akan mereka tempati. Dan digunakanlah
nama (‘Adn) sebagai nama salah satu surga. Sungguh mereka abadi di sana.
Sungai-sungai mengalir di bawah ruang-ruang dan kebun-kebunnya. Mereka tinggal
di dalamnya selama-lamanya. Allah meridhai mereka, dan itulah sebaik-baik
balasan karena telah menaati perintahNya, meridhai balasanNya dan merasa senang
dengan hal itu. Itulah balasan yang baik bagi orang yang takut dengan kedudukan
Tuhannya dalam setiap amal perbuatan.
Wallahu a’lam bi ashowab.
Posting Komentar untuk "ISTIQOMAH PASCA RAMADHAN"