IQRA'
Tanggal 21 April adalah hari yang “istimewa” bagi masyarakat di negeri ini. Presiden Soekarno menetapkan hari lahir RA Kartini sebagai Hari Kartini karena pemerintah menganggap Kartini patut diberi penghargaan atas jasa-jasanya menentang penjajahan dan menghormati perjuangannya untuk hak – hak kaum wanita di bidang pendidikan.
Dalam lintasan kehidupan RA Kartini ada kisah menarik yang
jarang dicermati. Kisah pertemuan RA
Kartini dengan Kyai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang -- lebih dikenal dengan
sebutan Kyai Sholeh Darat. Ulama besar Jawa yang merupakan guru dari KH. Hasyim
Asyari dan KH. Ahmad Dahlan.
Takdir mempertemukan Kartini dengan Kyai
Sholel Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak
Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.
Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang
tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak
sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap
kata demi kata yang disampaikan sang penceramah. Ini bisa dipahami karena
selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna
ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya
untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak,
karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai
Sholeh.
"Kyai, perkenankan saya bertanya
bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?"
Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama.
"Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" Kyai Sholeh balik bertanya.
"Kyai, selama hidupku baru kali ini aku
berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al
Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku," ujar Kartini.
Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak
punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; "Bukan buatan rasa syukur
hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang
keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al
Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"
Kyai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali
subhanallah. Kartini telah menggugah
kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Al Quran
ke dalam Bahasa Jawa.
Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh
menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan
diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado
pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.
Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah
Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat
terjemahan ayat-ayat berikut, karena Kyai Sholeh meninggal dunia. (sumber : https://news.republika.co.id)
Kyai Sholeh telah membawa Kartini ke
perjalanan transformasi spiritual. Semangatnya belajar tentang agama islam
telah mendorongnya untuk membaca dan mempelajari terjemahan alqur’an dari KH.
Sholeh darat secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Kelak proses ini mengubah pemahaman Kartini
tentang dunia barat dan menambah pemahamannya tentang agama islam.
Kewajiban Menuntut Ilmu
Sungguh Islam telah mendorong ummatnya untuk
senantiasa belajar dan menuntut ilmu sepanjang hayat. Para ulama menyampaikan
bahwa aktivitas menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi seorang muslim.
Artinya aktivitas menuntut ilmu sejajar dengan amal ibadah wajib lain, seperti
sholat, berbakti pada orang, zakat dll.
Bahkan ayat pertama yang diturunkan pada
Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam berbunyi Iqra` bismi rabbikallażī khalaq yang artinya Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (QS. Al Alaq : 1).
Membaca adalah salah salah satu washillah untuk menuntut ilmu karena
buku adalah jendela dunia. Dengan banyak membaca atau aktivitas menuntut ilmu
yang lain, seperti menghadiri majelis taklim niscaya akan memperkaya
pengetahuan dan Insya Allah menambah keimanan.
Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk
menunaikan apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna keimanan dan tak sempurna
pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya hak Allah
ditunaikan, dan dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.
Namun, yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu
ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa
masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan
sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah
kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan” (Fathul Baari,
1/92).
Dari
penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika hanya
disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena
itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil
tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah,
tetapi yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi.
Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi.
Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila
digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam keburukan,
maka buruk. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14).
Sungguh Allah
ta’ala memuliakan dan meninggikan derajat orang – orang beriman serta berilmu
pengetahuan lebih tinggi daripada orang yang beriman namun minim ilmu.
Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Terj. QS. Mujadalah : 11)
Ayat ini ini menjadi tanda bahwa ilmu yang membuat manusia
lebih mulia, bukan melalui harta atau nasabnya. Hal yang disayangkan ternyata
beberapa majelis ilmu sudah tidak memiliki daya magnet yang bisa memikat umat
Islam untuk duduk di sana, bersimpuh di hadapan Allah untuk meluangkan waktu
mengkaji firman-firman Allah ‘Azza wa Jalla dan hadist nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita lebih senang menyia-nyiakan waktu bersama teman-teman, menghabiskan dan
menyibukkan diri dengan aktivitas di media sosial dibandingkan duduk di majelis ilmu.
Sungguh Allah ta’ala telah memberikan banyak kenikmatan, marilah kita
bersyukur dengan segala nikmat yang telah Allah berikan. Bersyukur dengan cara
memannfaatkan waktu dengan amal – amal yang bermanfaaat dalam urusan agama ini,
salah satunya dengan cara menuntut ilmu, hadir pada majelis – majelis ilmu yang
merupakan taman – taman surga di dunia.
Posting Komentar untuk "IQRA'"