Bekal Terbaik
Alkisah si fulan hendak melaksanakan suatu perjalanan ke luar kota karena urusan pekerjaan. Ia telah menyiapkan segala sesuatunya sebelum berangkat, namun setelah melakukan perjalanan dan tiba di tujuan, ternyata ada bekal yang tertinggal dan terlupa untuk dibawa.
Kisah
tersebut mungkin pernah kita alami, maka saat hendak melakukan perjalanan jauh
senantiasa kita lakukan persiapan sebaik-baiknya. Menyiapkan schedule perjalanan, tiket, bekal
makanan, dan sebagainya. Persiapan dilakukan se – perfect mungkin untuk menghindari adanya bekal yang kurang atau
tertinggal sehingga menyulitkan perjalanan kita.
Jika
kita melakukan persiapan terbaik saat hendak melakukan perjalanan keluar kota,
maka Apakah kita juga melakukan hal yang sama untuk perjalanan panjang kita
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat ?
Jika
kita siapkan bekal terbaik saat melakukan dalam rangka safar, apakah kita
menyiapkan bekal juga untuk urusan perjalanan akhirat ?
Allah
ta’ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 197
yang Artinya: “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang
telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu,
maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam
(melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah
mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”
Syaikh
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan tentang ayat ini bahwa, Waktu haji itu bulan-bulannya telah
ditentukan, yaitu Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah (10 hari pertama dari bulan
tersebut). Barangsiapa berihram sebelum bulan-bulan itu maka dia memulai umrah.
Barangsiapa mewajibkan dirinya untuk berhaji di bulan-bulan ini lalu berihram,
maka dia tidak boleh melakukan rafats (berjima’ atau mengucapkan perkataan
kotor) fusuq (melakukan kemaksiatan atau melewati batas-batas syariat), dan
jidal (perdebatan yang mengakibatkan perselisihan dan perkelahian). Dan
kebaikan yang kalian lakukan dalam haji seperti memberi makan dan sedekah itu
diketahui oleh Allah lalu akan membalasnya.
Dan berbekallah makanan dan nafkah
untuk berhaji sampai kalian tidak membutuhkan bantuan orang lain, dan
berbekallah untuk akhirat dengan amal shalih. Karena sebaik-baik bekal yang
bermanfaat yaitu takwa kepada Allah. Dan takutlah kepada Allah, wahai
orang-orang yang berakal.
Ayat
ini menjelaskan tentang waktu – waktu dilaksanakan ibadah haji, bahwa ibadah
haji hanya dapat dilakukan di waktu tertentu (10 hari pertama bulan
dzulhijjah). Berbeda dengan umrah yang dapat dilaksanakan kapanpun.
Ayat
ini juga memberikan arahan agar jamaah haji membawa bekal yang cukup, agar saat
melakukan ibadah mereka tidak membutuhkan bantuan orang lain atau bahkan
menjadi peminta – minta karena kekurangan bekal. Tidak cukup bekal materi namun
juga bekal taqwa dengan beramal shalih. Karena sebaik-baik bekal yang
bermanfaat yaitu takwa kepada Allah ta’ala.
Allah
memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyiapkan bekal suatu perjalanan,
dalam hal ini ayat berbicara berkaitan dengan perjalanan haji. Karena
penyiapkan bekal untuk itu merupakan tindakan menghindari dari membutuhkan
bantuan orang lain. Mereka dilarang bersikap hanya pasrah tanpa bekal
perjalanan haji. Namun justru diperintahkan supaya membawa bekal, seperti
tepung, gandum dan kue kering (bekal makanan). Kalau sekarang tentu bisa lebih
luas lagi, bekal makanan, minuman, biaya dan bekal lain yang diperlukan selama
perjalanan. Di samping tentu adalah bekal aqidah taqwa kepada Allah. Sebab
dengan taqwa itulah akan dapat menyelesaikan berbagai persoalan.
Disebutkan
juga di dalam hadits dari Anas Radhiyallahu ’Anhu, dia berkata: Ada seorang
lelaki yang datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian berkata,
“Wahai Rasulullah, saya hendak bepergian,
maka berilah saya bekal.” Maka beliau menjawab, “Zawwadakallahut taqwa (semoga
Allah membekalimu dengan takwa).” Lalu dia berkata, “Tambahkan lagi bekal
untukku.” Beliau menjawab, “Wa ghafara dzanbaka (semoga Allah mengampuni
dosamu).” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi bekal untukku, ayah dan ibuku
sebagai tebusan bagimu.” Beliau menjawab, “Wa yassara lakal khaira haitsuma
kunta (semoga Allah mudahkan kebaikan untukmu di mana pun kamu berada)”.
(H.R. At-Tirmidzi).
Imam
Ar-Raghib Al-Asfahani mendenifisikan: “Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan
yang membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan
menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan”. Sementara Imam
An-Nawawi mendenifisikan taqwa dengan “Menta’ati perintah dan laranganNya”.
Maksudnya menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah ta’ala. Sederhananya
taqwa adalah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Menjalankan
perintah Allah ta’ala yang berstatus Wajib ataupun sunah, baik dalam urusan
ibadah mahdah (hablum min Allah)
seperti shalat lima waktu, bertadarus Al-Quran, memanjatkan doa, berdzikir, dan
beristighfar maupun ibadah ghairu mahdah
atau hablum min an naas seperti menunaikan zakat, infaq shadaqah, menyantuni
fakir miskin, membangun fasilitas sosial, memaafkan orang lain, dan sebagainya.
Begitu
pula meninggalkan larangan Allah ta’ala, baik dalam takaran makruh dan tentu
saja meninggalkan yang haram, seperti memakan harta anak yatim, berdagang
dengan sistem riba, mencuri, korupsi, berjudi, minum khmar dan sebagainya.
Allah swt Tuhan yang Maha Bijaksana dan Maha Pengasih pada
hamba-Nya. Dia telah menyiapkan cara untuk mendidik hamba-Nya untuk mewujudkan
sikap taqwa, salah satunya dengan syariat Puasa di Bulan Ramadhan.
Sungguh makanan dan minuman yang halal tersedia di siang
hari, namun karena sedang menjalankan ibadah puasa semata Allah ta’ala, kita
menahan diri untuk tidak mengkonsumsinya. Pasangan halal juga senantiasa
bersama, namun karena sedang shaum
suami istri saling menjaga diri di siang hari. Semua semata karena Allah ta’ala.
Jika bisa menjaga diri dari yang halal, maka semestinya akan mampu menjaga diri
dari yang haram. Demikianlah latihan ketaqwaan di bulan ramadhan ini.
Namun Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam juga mengingatkan
dalam sabdanya yang artinya, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau
berada. Dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan
menghapusnya. Dan pergaulilah sesama manusia dengan akhlak mulia.” (HR.
At-Tirmidzi)
Hadis ini menerangkan tentang perintah
takwa di manapun muslim berada. Bertaqwa bukan hanya di bulan ramadhan, namun
juga di luar ramadhan.
Bertaqwa bukan hanya dalam aspek ritual
namun juga dalam aspek sosial dalam pergaulan di masyarakat dalam bidang
ekonomi, politik, pendidikan dll. Senantiasa taat dan menjalankan aturan Allah
swt di seluruh aspek kehidupan.
Posting Komentar untuk "Bekal Terbaik"